Jumat, 07 September 2012

Memerdekakan Nelayan Tradisional dari Jeratan Tengkulak PERINGATAN Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus, yang tahun ini akan kita peringati, seolah tidak lebih dari sekedar kegiatan seremonia belaka, entah itu melalui upacara bendera hingga berbagai perlombaan di lapisan masyarakat. Manakala segenap pemangku bangsa ini lupa akan pemikiran parafounding father, untuk apa negeri ini dimerdeka-kan. Gegap gempita peringatan HUT RI tahun ini, juga dirasakan oleh masyarakat pesisir. Persiapan untuk memperingati hari kemerdekaan pun mulai dilakukan masyarakat pesisir yang sebagian besar masyarakat bermata pencarian sebagai nelayan. Beberapa hari belakangan mulai sahut-menyahut di tengah teduhnya bulan ramadhan sebagai bulan yang penuh rahmat bagi salah satu pemeluk agama terbesar di negeri ini. Umbul-umbul hingga bendera merah putih sebagai alat perayaan, serta gagahnya pasukan pengibar bendera sang saka merah putih di Istana Negara seolah menjadi harmoni yang diharapkan melahirkan simponi tentang keindahan. Kemerdekaan itu sesungguhnya “jembatan” untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, yang dalam bahasa sederhana dapat dikatakan janji kemerdekaan adalah janji tentang kesejahteraan rakyat. Sudah saatnya para pemangku kepentingan dan segenap elit-elit negeri ini menamai nelayan tradisional sebagai salah satu soko guru bangsa. Para nelayan sudah selayaknya hidup berlimpahan di negeri kepulauan ini. Laut yang membentang, garis pantai yang sambung menyambung sejauh mata memandang. Sudah sepatutnya pula pemerintah memperhatikan kesejahteraan nelayan tradisional dan untuk melepaskan kungkungan nelayan dari jeratan system tengkulak. Secara umum nelayan akan bebas (merdeka) dibidang ekonominya manakala mata rantai tengkulak tersebut bisa dipotong. Terbentuknya sistem mata rantai tengkulak tersebut bukan tanpa sebab dan musababnya. Ini telah berlangsung turun temurun. Hal tersebut seperti yang disampaikan salah satu tokoh nelayan yang tergabung dalam Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Cabang Kabupaten cirebon Ribut Bakhtiar. Ketergantungan nelayan tradisional akan sebuah sistem tengkulak dikarenakan karena keterbatasan modal, tidak adanya alat produksi (melaut), tidak berfungsinya TPI tempat pelelangan ikan sebagai tempat nelayan bertransaksi jual beli, tidak berjalannya lembaga (KOPERASI) sebagai lembaga ekonomi yang menopang keberlangsungan usaha nelayan, kurangnya akses permodalan dari lembaga perbankkan. Alasan sederhana nelayan manakala dibenturkan dengan pertanyaan mengenai ketergantungan (candu) nelayan terhadap tengkulak. Sistem yang dibangun oleh tengkulak cenderung sangat memudahkan nelayan tradisional untuk mendapatkan modal tersebut sebagai bekal untuk melaut. Keterikatan nelayan tradisional menghantarkan mereka pada jurang kebingungan dan ketidakberdayaan untuk mengikuti segala aturan main yang ditetapkan oleh tengkulak secara sepihak dalam mengambil sebuah keputusan dalam sistem ekonomi. Alhasil akan berimbas pada beberapa faktor yang merugikan nelayan tradisional itu sendiri, di antaranya adalah hasil tangkapan yang didapat selama melaut kemudian harus dijual di tempat tengkulak, harganya pun secara tidak langsung akan berdampak pada penekanan (retribusi tanpa lembaga) yang berakibat pada berkurangnya pendapatan nelayan. Selanjutnya ketergantungan ekonomi untuk setiap kali melaut dan bakhan dari hasil melut belum bisa menutupi biaya hutang selama meminjam ke tengkulak untuk keperluan melut tersebut. Inilah salah satu bukti bahwa perjuangan akan kemerdekaan yang sesuguhnya belum selesai. Kemerdekaan yang sudah selayaknya tidak saja sebatas seremoni yang membuat kita sejenak lupa akan janji tentang kemerdekaan. Oleh karena itu, momentum perayaan kemerdekaan kita kali ini, akan kian bermakna manakala pemimpin negeri ini kembali terhentak untuk berbuat langkah yang visioner bukan malah sibuk dengan polesan citra manakala melihat salah satu potret masyarakat pesisir (nelayan) masih berada di lingkaran kemiskinan akibat ketidak berdayaan jeratan/ikatan tengkulak kenaikan harga listrik,sembako dan sebagainya. Tanpa itu semua, perayaan akan kemerdekaan kita tiap tahunnya akan sebatas perayaan tanpa perubahan. Untuk menjadi bahan pemikiran kita bersama, dan perlu kiranya kita memberikan sebuah solusi atas persoalan tersebut untuk keberlangsungan pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Dan yang menjadi tantanganya dan persoalanya mampukah kita sebagai generasi muda mewujudkan janji kemerdekaan yakni janji akan kesejahteraan rakyat. “Pergilah ke tengah masyarakat. Hiduplah bersama mereka. Belajarlah dari mereka. Buatlah rencana bersama mereka. Bekerjalah dengan mereka. Mengajar seraya menunjukkan. Belajar seraya mengerjakan. Bukan keterpisahan melainkan keterpaduan. Bukan menyesuaikan melainkan mengubah. Bukan meringankan melainkan membebaskan. Sehingga akhirnya mereka berkata, semua akan kami kerjakan sendiri”. Demikian untaian kalimat dari pelopor rekonstruksi desa di Cina, Dr. YC James. ***
Ahmad Tabroni Alumni FPIK Universitas Padjadjaran Ketua Departemen jaringan dan konsolidasi, Dewan Pengurus Pusat Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Dimuat di media cirebonnews.com http://cirebonnews.com/Opini/Memerdekakan-Nelayan-Tradisional-dari-Jeratan-Tengkulak.html
Industrialisasi (perikanan) untuk siapa?
Beberapa bulan lalu ingatan kita tertuju dengan wacana baru dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan kebijakan untuk mengembangkan sistem logistik ikan nasional, sebagai langkah membenahi distribusi ikan di tanah air. Pemerintah bersama stakeholders yang lain berusaha menyiapkan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) untuk membangun mata rantai distribusi ikan dari daerah, sebagai langkah membenahi distribusi produk perikanan. Alasannya penyebaran distribusi ikan dari sentra produksi belum optimal, sementara aspek kontuinitas pasokan sangat diperlukan sebagai kebutuhan konsumsi dan industri pengolahan perikanan. Kebijakan dengan kredo Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN), merupakan bagian dari pengembangan Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS). Lewat sambutan menteri kelautan dan perikanan pada peringatan hari nusantara tahun 2011, bahwa industrialisasi perikanan merupakan salah satu kebijakan kelautan yang pro rakyat. Kebijakan ini menggunakan pendekatan kawasan industri berbasis ekonomi kerakyatan sehingga hasil pembangunan dapat meningkatkan ekonomi lokal dan kesejahteraan masyarakat (www. kkp.go.id ). Berangkat dari latar belakang dan sambutan menteri baru tersebut, nampaknya serius untuk menerapkan Kebijakan dengan kredo Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) dalam pembenahan sistem untuk ketersediaan bahan baku (ikan) kebutuhan konsumsi dan industri dalam negeri. Namun perlu kita cermati bersama bahwasanya sistem yang ditawarkan kementerian kelautan dan perikanan mengenai konsep (SLIN), inipun pernah diterapkan juga dalam sistem yang dipakai oleh sektor pertanian dalam hal ini sistem BULOG. Apapun sebutan dan namanya, sistem tersebut pada intinya sudah pernah dipakai oleh kementerian pertaniam dan sejauh ini belum bisa dikatakan sebagai sistem yang berhasil, toh buktinya sektor pertanian kita saat ini masih bergantung dengan produk impor seperti padi,gula dll. Bahasan kita bukan fokus pada evaluasi sebuah sistem yang diterapkan oleh kementan, akan tetapi lebih fokus untuk mempertimbangkan dan mengkritisi dalam hal ini penerapan sistem SLIN yang akan di terapkan oleh kementerian kelautan dan perikanan untuk ketersediaan bahan baku ikan dalam negeri. Jika kementerian kelautan dan perikanan akan menerapkan konsep yang nantinya akan membawa dampak terhadap kesejateraan masyarakat dan pro terhadap rakyat, perlulah sejenak untuk berkunjung ke kampung-kampung pesisir agar supaya konsep tersebut tidak sia-sia dan bertentangan dengan kondisi yang ada di lapangan. Sebagai contoh nyata, misalnya disaat kebutuhan industri pengolahan perikanan dibidang pemindangan dan pengalengan mengalami kelangkaan bahan baku ikan pemerintah lebih memilih membuat kebijakan impor untuk menutupi kelangkaan bahan baku, hal asil keran impor terbuka lebar dan beberapa bulan yang lalu kita dihebohkan dengan kebanjiran ikan impor sampai meramba pasar tradisional dan membuat resah pedagang resah dikarenakan ikan yang di jual lebih murah ketimbang ikan lokal. Maka akan menjadi sebuah persoalan baru, manakala konsep SLIN ini berjalan tidak dibarengi dengan penguatan kapasitas armada nelayan tradisional, teknologi tepat guna nelayan, penyediaan lahan produksi budidaya tambak untuk nelayan dan pembekalan untuk penguatan kapasitas sumberdaya manusianya. Sebagai generasi muda, yang akan menggantikan tampuk kepemimpinan dimasa yang akan datang wajib kiranya untuk kita bersama–sama stakeholders sektor perikanan bergandengan tangan untuk ikut serta berkontribusi dalam sumbangsi pemikiran dan ikut serta dalam mengawal jalannya pembanguna bangsa dan negara yang lebih baik. *Ahmad Tabroni Alumni FPIK Universitas Padjadjaran Ketua Departemen Jaringan dan Konsolidasi Serikat Nelayan Indonesia Dimuat di Harian Umum Media Fajar Cirebon

Sabtu, 18 Juni 2011

DAMPAK KERUSAKAN TERUMBU KARANG TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN IKAN HIAS DI PULAU PANGGANG KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA


LATAR BELAKANG :
Kawasan kepulauan seribu yang terletak di DKI Jakarta dengan potensi yang dimilikinya telah menjadi magnet yang menarik berbagai pihak para pemangku kepentingan untuk melakukan eksploitasi sesuai dengan kepentingan masing-masing. Tingkat kerusakan terumbu karang yang tinggi akibat kegiatan penangkapan ikan dengan bahan peledak dan sianida yang dulu banyak dilakukan oleh nelayan. Dari hasil inventarisasi oleh Yayasan Terangi, diketahui bahwa penutupan terumbu karang di Kepulauan Seribu pada tahun 2007 adalah 29%, menurun dari tutupan tahun 2005 yaitu 33,2%. (Yayasan TERANGI). Salah satu dari dampak negatif yang mengemuka dan perlu mendapat perhatian akibat berlangsungnya kegiatan eksploitasi tersebut adalah ancaman terhadap kelestarian terumbu karang. Menurut penelitian Wagio dan Prohoro (1993) di perairan Karimunjawa bahwa penurunan kondisi terumbu karang dari sangat baik ke kondisi rusak menyebabkan penurunan kepadatan ikan sebesar 61%.
Ancaman tersebut dapat berasal dari pihak yang memanfaatkan terumbu karang, dampak dari kegiatan penangkapan ikan karang his yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Semakin meningkatnya pemanfaatan terumbu karang di wilayah pulau panggang kepualaun seribu DKI Jakarta, dengan aktifitas kegiatan manusia, tentu akan memberikan tekanan bagi kawasan – kawasan habitat hidup bagi berbagai organisme yang bersimbiosis dengan terumbu karang, seperti ikan hias dan ikan- ikan karang dan biota-biota lain yang bergantung pada kelestarian terumbu karang, yang jika terjadi degradasi pada kawasan terumbu karang tentu juga akan berpengaruh bagi pendapatan nelayan ikan hias di kawasan tersebut. Untuk itu perlu adanya penelitian terhadap kondisi terumbu karang untuk mengetahui seberapa besar dampak dari kerusakan terumbu karang terhadap pendapatan nelayan ikan hias yang bergantung terhadap kelestarian terumbu karang tersebut, menjadi suatu yang sangat penting sebagai informasi bagi penentu kebijakan dalam pelaksanaan pengolahan kawasan yang memiliki potensi terumbu karang di kepulaun seribu khususnya di pulau panggang DKI Jakarta yang dapat bermannfaat sebesar-besarnya bagi nelayan di kawasan tersebut tanpa mengabaikan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan.
TUJUAN :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana dampak kerusakan terumbu karang terhadap pendapatan nelayan ikan hias di pulau panggang kepulauan seribu DKI Jakarta.
RANCANGAN PENELITIAN :
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli 2011, meliputi dari persiapan, pengambilan sampel, analisis data dan penulisan dalam bentuk skripsi, dan penelitian ini akan dilakukan di pulau panggang kepulauan seribu DKI Jakarta.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan teknik wawancara menggunakan kuisioner. Analisis perception digunakan guna memberi kekuatan pada data yang didapat sesuai dengan persepsi atau pendapat nelayan di Pulau Panggang tentang pendapatan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling , yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan tidak secara acak melainkan berdasarkan pertimbangan tertentu.
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi kegiatan perikanan yang dilakukan oleh nelayan, data diri nelayan dan pendapatannya dimana data tersebut bersumber dari responden dalam hal ini nelayan ikan hias yang melakukan kegiatan penangkapan di kawasan terumbu karang. Data sekunder bersumber pada literatur dari lembaga atau instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Peternakan dan perikanan DKI Jakarta, Yayasan TERANGI dan literatur lainnya yang menunjang penelitian ini.

Rabu, 20 Oktober 2010

Butuh Pemimpin Yang Bisa Mengayomi Dan Tegas


Ahir-ahir ini bangsa kita menjadi bangsa yang pemarah, itu terlihat dari kejadian pertikaian antarkelompok di Tarakan, kalimatan timur beberapa waktu yang lalu dan hal yang serupa pun terjadi di ibukota jakarta hal tersebut di picu karena ada salah satu kelompok yang menyerang ketika sedang dipersiapkan sidang lanjutan terdakwa kasus penganiyaan dan pembunuhan di Diskotik blow fish beberapa waktu yang lalu.
Kekerasan, kebrutalan, dan kerusuhan adalah tanda paling nyata sebuah masyarakat telah kehilangan kesabaran dan akal sehat. Yang dipamerkan justru emosi dan senjata. Yang diagungkan adalah kehendak menang sendiri bahkan dengan cara membunuh.Ironis memang melihat permasalahan bangsa saat ini, mengutip sosiolog UI Thamrin Amal Tomagola menyatakan heran mengenai penanganan yang dilakukan pemerintah yang sedikit lamban dan tidak bergerak cepat dalam menangani permasalahan tersebut.
Permasalahan yang terjadi di tarakan kalimantan timur dan ibukota jakarta, berawal dari konflik kecil dan kemudian menjadi gelombang besar yang berujung menjadi konflik antar suku. Padahal hampir semua peristiwa konflik horizontal besar di tanah air, seperti kasus sampit, sambas, poso, dan ambon juga dipicu gesekan kecil dan kemudia menjadi besar karena “ Banyak pembiaran-pembiaran” pemerinta yang notabene sebagai lembaga yang seharusnya bisa memberikan sebuah solusi atas parmasalahan tersebut, masih belum bisa untuk memberikan solusi.Padahal bangsa kita dikenal di dunia sebagai bangsa yang ramah dan santun, kini semboyan Bhineka Tunggal ikha hanya sebatas kiasan belaka, yang seharusnya bisa menjadi sebuah pemersatu bangsa.
Tugas pemimpinlah lah yang harus bisa merubah, memperbaiki, mengayomi dan turun langsung atas permasalahan yang terjadi di Tanah Air saat ini. Berpuluh–puluh tahun sudah, kita bisa mendengungkan perkataan “persatuan” tetapi ternyata kita belum bisa mengamalkan persatuan.(BUNG KARNO

Ahmad Tabroni
Mahasiswa perikanan dan Ilmu kelautan
Aktivis GmnI Kabupaten Sumedang

Kamis, 23 September 2010

Menggugat Negara untuk mewujudkan land reform


PADA 24 September 2010, diperingati 50 tahun Hari Tani. Sangat tepat bila peringatan Hari Tani ini dijadikan momentum untuk memperjuangkan hak-hak petani yang selama ini terpinggirkan, terutama yang terkait dengan akses tanah.
Momentum Hari Tani memang lahir sejak adanya Undang-undang Pembaruan Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960 pada masa pemerintahan Soekarno. Produk kebijakan ini secara umum bertujuan untuk merombak struktur penguasaan dan penggunaan tanah yang tidak adil melalui program land reform.
Sayangnya, program land reform hanya dijalankan beberapa tahun sebelum pergantian rezim Orde Lama ke Orde Baru. Pada rezim Orde Baru berkuasa, banyak tanah yang telah diredistribusikan pada rezim pemerintahan Soekarno, diambil alih kembali oleh para pemilik tanahnya semula, pejabat-pejabat Orde Baru dan pemodal yang “bermain mata” dengan penguasa. Petani hanya gigit jari, tak punya daya dan upaya untuk melawan karena risikonya terlalu besar kala itu.
Pun demikian yang terjadi pada ”orde paling baru” saat ini. Karena watak masa lalu masih mengalir dan mewarnai penyelenggara negara, tanah-tanah untuk pertanian dan ekonomi pasar pertanian pun masih dimonopoli kelompok-kelompok tertentu. Padahal, bagi petani tanah merupakan faktor utama dalam melakukan usaha pertaniannya, sehingga seharusnya tetap di bawah kendali petani sendiri.
yang terpenting adalah selain melaksanakan UUPA secara murni dan konsekuen tanpa perlu ada tarik ulur kepentingan politik dan kecenderungan memanfaatkan kesempatan. Intinya, harus didasari niat baik.semoga dengan momentum hari tani nasional ini pemerintah yang memiliki fungsi sebagai fasilitator untuk mengawal jalanya UUPA NO.5 tahun 1960 apakah sudah benar-benar dijalankan?.

Ahmad Tabroni
Mahasiswa perikanan dan kelautan
Universitas padjadjaran

Jumat, 20 Agustus 2010

Rasa Nasionalisme Di Balik Kekhusuhan Dalam Berpuasa


Pada perayaan Peringatan HUT Kemerdekaan ke-enam puluh lima Republik Indonesia Tahun dua ribu sepuluh ini bertepatan dengan bulan suci umat islam yaitu bulan Ramadhan, hal ini pun pernah terjadi pada saat detik-detik proklamasi kemerdekaan pada saat itu bertepatan juga dengan bualan puasa namun kondisinya berbeda jika di lihat dari konteks kekinian.

Enam puluh tahun sudah bangsa ini merdeka !!! namun apa yang terjadi bangsa kita belakangan ini sungguh jauh dari apa yang di amanatkan dan di cita-citakan para pendiri bangsa yaitu menuju masyarakat adil makmur dan sejahtera. Pertanyaanya apa yang salah? sudahkah kita sebagai bangsa yang masih menghormati nilai-nilai yang terkandung didalamnya yaitu mengamalkan apa yangdi amanatkan di dalam ideologi pancasila dan undang-undang empat puluh lima? sudah sekian kalinya kita merayakan apa yang dinamakan hari kemerdekaan atau yang sering kita tau hari ulang tahun tujuh belas agustus seribu sembilan ratusempat puluh lima, apakah momentum ini hanya dijadikan sebagai seremonial belaka tanpa adanya sebuah perenungan atau refleksi untuk kita semuh sebagai bangsa yang masih peduli terhadap kehidupan bangsa yang akan datang.

Perayaan HUT RI Sebatas seremonial Belaka

Perayaanhari ulang tahun tujuh belas agustus seribu sembilan ratus empat puluh lima hanya sebatas seremonial belaka, ituterlihat dari tahun ketahun baik dari kalangan pemerintahan sampai tataran masyarakat kebawah semuah sibuk dengan penyambutan hari yang di anggap mempunyai nilai-nilai historis bangsa, tapi berbalik seratus delapan puluhderajat kondisi bangsa pada saat ini masih jauh dari apa yang di cita-citakan yaitu masyarakat adil makmur dan sejahtera. Mulai dari permasalahan elit bangsa kita sampai dengan kondisi masyarakat yang sangat memprihatinkan untuk dibenahi, belum lagi permasalahan kemanusaiaan yang menimpah bangsa kita belakangan ini semakin meningkat mulai dari konflik antar kelompok sampaidengan konflik agama.

Harusnyaperayaan HUT RI menjadi bahan untuk kita semuah bisa merefleksikan kembali apayang menjadi rohnya persatuan bangsa ini, bukan hanya perayaan seremonial belaka sehingga bisa membenahi apa yang jadi permasalahan bangsa saat ini darimulai permasalahan elit bangsa sampai konflik antar agama sehingga tidak terjadi yang namanya disintegrasi bangsa. Apalagi perayaan HUT RI sekarang bertepatan dengan bulan Ramadhan sehingga bisa menambah nilai kekhusuhan dalam berpuasa untuk yang menjalankannya.

Harapanya adalah bagaimana perayaan HUT RI ini bukan hanya dijadikan perayaan seremonial belaka, tapi ada sebuah perenungan untuk kita semuh atas apa yang kita perbuat untuk di jadikan pelajaran buat melangkah kearah indonesia yang lebih baik.

Jumat, 29 Januari 2010

PERAN PEMUDA DALAM MENENTUKAN NASIB BANGSA


Melihat realita di lingkungan kampus, sungguh sangat memprihatinkan sekali. Hal ini terbukti dengan berkurangnya antusias mahasiswa dalam berorganisasi. seiring bergantinya zaman sosok pemuda adalah seorang yang bisa melakukan sebuah perubaan agent of change, bukan lagi sosok agen penerus melainkan sebagai agen pelurus, hal ini sudah bisa menarik kesimpulan bahwasanya mereka tidak lagi sebagai pemuda yang memiliki kepedulian terhadap nasib bangsa kedepan, melainkan seorang pemuda yang hanya berkeinginan setelah mereka lulus kuliah nanti akan menjadi pekerja kantoran tidak lebih dan tidak ada cita-cita lagi untuk menjadi seorang pemuda yang benar-benar memikirkan nasib bangsa/negara nya.
Mari kita bersama-sama mengajak pembaca untuk mengingat lagi sejarah mengenai sosok pemuda pada masa perjuangan melawan penjajah menujuh indonesia merdeka, sungguh mulia sekali tugas para pemuda dalam sejarah kebangkitan bangsa, sosok pemuda selalu memiliki peran yang besar dan strategis,karena menuju kebangkitan bangsa dibutuhkan energi yang kuat berupa keyakinan yang kuat,ketulusan,semangat yang jujur,kesungguhan dalam bekerja,dan pengorbanan.Dalam hal ini bangsa membutuhkan sosok pemuda yang berpotensi untuk itu,karena pemuda adalah simbol hati yang masih jernih.
Mengutip dari kata-kata Benidict Anderson (1999). Harus diingat salah satu ciptaan yang bagus sekali pada zaman revolusi, yaitu kata “Bung”. Seperti Bung Karno,Bung Tomo,Bung Hata,Bung Syahrir.Seolah-olah “Bung” menjadi paling tinggi.itu cukup menunjukan peranan dari sosok pemuda.
Banyak sekali pergaulan anak muda sekarang yang sudah tidak lagi mengikuti kaidah-kaidah agam dan norma-norma bahkan anak muda sekarang lebih identik dengan gaya foya-foya (hedonisme).yang harus di ingat, apa yang penulis uraikan di atas mengenai gaya hidup anak muda zaman sekarang sungguh sangat ironis bila kita melihat dengan masa perjuangan melawan penjajah, pemuda selalu memiliki peran yang besar dan strategis,karena menuju kebangkitan bangsa dibutuhkan energi yang kuat berupa keyakinan yang kuat,ketulusan,semangat yang jujur,kesungguhan dalam bekerja,dan pengorbanan.Dalam hal ini pemudalah yang berpotensi untuk itu,karena pemuda adalah simbol hati yang masih jernih.dan bisa dilihat juga mengenai kepedulian pemuda pada masa dimana rakyat indonesia sedang dalam jajahan,
Sifat apatis yang begitu meningkat seiring bergantinya waktu, anak muda sekarang sungguh sangat berdampak kepada bangsa dan negara indonesia apabila pola berpikir tidak di ubah karena mau tidak mau anak mudalah yang akan menjadi pengganti yang tua.Oleh sebab itu perlu di ketahui kepada pemuda-pemuda indonesia sungguh sangat rugi bila masa-masa muda hanya di habiskan untuk berfoya-foya dan hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa ada sifat kepedulian terhadap bangsa dan negara indonesia.
Untuk itu dihimbau kepada para pemuda indonesia untuk bersama-sama ikut memikirkan dan peduli akan nasib bangsa kedepan dalam mewujudkan bangsa indonesia yang makmur dan sejahtera, di tangan pemudalah bangsa ini di tentukan dikarenakan sosok pemuda selalu memiliki peran yang besar dan strategis,karena menuju kebangkitan bangsa dibutuhkan energi yang kuat berupa keyakinan yang kuat,ketulusan, semangat yang jujur, kesungguhan dalam bekerja, dan pengorbanan. Dalam hal ini bangsa membutuhkan sosok pemuda yang berpotensi untuk itu,karena pemuda adalah simbol hati yang masih jernih.