Jumat, 07 September 2012

Memerdekakan Nelayan Tradisional dari Jeratan Tengkulak PERINGATAN Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus, yang tahun ini akan kita peringati, seolah tidak lebih dari sekedar kegiatan seremonia belaka, entah itu melalui upacara bendera hingga berbagai perlombaan di lapisan masyarakat. Manakala segenap pemangku bangsa ini lupa akan pemikiran parafounding father, untuk apa negeri ini dimerdeka-kan. Gegap gempita peringatan HUT RI tahun ini, juga dirasakan oleh masyarakat pesisir. Persiapan untuk memperingati hari kemerdekaan pun mulai dilakukan masyarakat pesisir yang sebagian besar masyarakat bermata pencarian sebagai nelayan. Beberapa hari belakangan mulai sahut-menyahut di tengah teduhnya bulan ramadhan sebagai bulan yang penuh rahmat bagi salah satu pemeluk agama terbesar di negeri ini. Umbul-umbul hingga bendera merah putih sebagai alat perayaan, serta gagahnya pasukan pengibar bendera sang saka merah putih di Istana Negara seolah menjadi harmoni yang diharapkan melahirkan simponi tentang keindahan. Kemerdekaan itu sesungguhnya “jembatan” untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, yang dalam bahasa sederhana dapat dikatakan janji kemerdekaan adalah janji tentang kesejahteraan rakyat. Sudah saatnya para pemangku kepentingan dan segenap elit-elit negeri ini menamai nelayan tradisional sebagai salah satu soko guru bangsa. Para nelayan sudah selayaknya hidup berlimpahan di negeri kepulauan ini. Laut yang membentang, garis pantai yang sambung menyambung sejauh mata memandang. Sudah sepatutnya pula pemerintah memperhatikan kesejahteraan nelayan tradisional dan untuk melepaskan kungkungan nelayan dari jeratan system tengkulak. Secara umum nelayan akan bebas (merdeka) dibidang ekonominya manakala mata rantai tengkulak tersebut bisa dipotong. Terbentuknya sistem mata rantai tengkulak tersebut bukan tanpa sebab dan musababnya. Ini telah berlangsung turun temurun. Hal tersebut seperti yang disampaikan salah satu tokoh nelayan yang tergabung dalam Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Cabang Kabupaten cirebon Ribut Bakhtiar. Ketergantungan nelayan tradisional akan sebuah sistem tengkulak dikarenakan karena keterbatasan modal, tidak adanya alat produksi (melaut), tidak berfungsinya TPI tempat pelelangan ikan sebagai tempat nelayan bertransaksi jual beli, tidak berjalannya lembaga (KOPERASI) sebagai lembaga ekonomi yang menopang keberlangsungan usaha nelayan, kurangnya akses permodalan dari lembaga perbankkan. Alasan sederhana nelayan manakala dibenturkan dengan pertanyaan mengenai ketergantungan (candu) nelayan terhadap tengkulak. Sistem yang dibangun oleh tengkulak cenderung sangat memudahkan nelayan tradisional untuk mendapatkan modal tersebut sebagai bekal untuk melaut. Keterikatan nelayan tradisional menghantarkan mereka pada jurang kebingungan dan ketidakberdayaan untuk mengikuti segala aturan main yang ditetapkan oleh tengkulak secara sepihak dalam mengambil sebuah keputusan dalam sistem ekonomi. Alhasil akan berimbas pada beberapa faktor yang merugikan nelayan tradisional itu sendiri, di antaranya adalah hasil tangkapan yang didapat selama melaut kemudian harus dijual di tempat tengkulak, harganya pun secara tidak langsung akan berdampak pada penekanan (retribusi tanpa lembaga) yang berakibat pada berkurangnya pendapatan nelayan. Selanjutnya ketergantungan ekonomi untuk setiap kali melaut dan bakhan dari hasil melut belum bisa menutupi biaya hutang selama meminjam ke tengkulak untuk keperluan melut tersebut. Inilah salah satu bukti bahwa perjuangan akan kemerdekaan yang sesuguhnya belum selesai. Kemerdekaan yang sudah selayaknya tidak saja sebatas seremoni yang membuat kita sejenak lupa akan janji tentang kemerdekaan. Oleh karena itu, momentum perayaan kemerdekaan kita kali ini, akan kian bermakna manakala pemimpin negeri ini kembali terhentak untuk berbuat langkah yang visioner bukan malah sibuk dengan polesan citra manakala melihat salah satu potret masyarakat pesisir (nelayan) masih berada di lingkaran kemiskinan akibat ketidak berdayaan jeratan/ikatan tengkulak kenaikan harga listrik,sembako dan sebagainya. Tanpa itu semua, perayaan akan kemerdekaan kita tiap tahunnya akan sebatas perayaan tanpa perubahan. Untuk menjadi bahan pemikiran kita bersama, dan perlu kiranya kita memberikan sebuah solusi atas persoalan tersebut untuk keberlangsungan pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Dan yang menjadi tantanganya dan persoalanya mampukah kita sebagai generasi muda mewujudkan janji kemerdekaan yakni janji akan kesejahteraan rakyat. “Pergilah ke tengah masyarakat. Hiduplah bersama mereka. Belajarlah dari mereka. Buatlah rencana bersama mereka. Bekerjalah dengan mereka. Mengajar seraya menunjukkan. Belajar seraya mengerjakan. Bukan keterpisahan melainkan keterpaduan. Bukan menyesuaikan melainkan mengubah. Bukan meringankan melainkan membebaskan. Sehingga akhirnya mereka berkata, semua akan kami kerjakan sendiri”. Demikian untaian kalimat dari pelopor rekonstruksi desa di Cina, Dr. YC James. ***
Ahmad Tabroni Alumni FPIK Universitas Padjadjaran Ketua Departemen jaringan dan konsolidasi, Dewan Pengurus Pusat Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Dimuat di media cirebonnews.com http://cirebonnews.com/Opini/Memerdekakan-Nelayan-Tradisional-dari-Jeratan-Tengkulak.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar